Minggu, 17 April 2016

Monitoring Frekuensi Marabahaya

 Monitoring Frekuensi Marabahaya


Oleh: Untung Widodo A
Pendahuluan
Sinyal marabahaya merupakan sebuah cara yang diakui secara internasional untuk memperoleh bantuan. Bentuk sinyal marabahaya biasanya dibuat dengan menggunakan sinyal radio, menampilkan bentuk visual terdeteksi atau iluminasi (gambar visual), atau membuat suara yang dapat terdengar dari kejauhan.

Sebuah sinyal marabahaya menunjukkan bahwa seseorang atau sekelompok orang, kapal, pesawat, atau kendaraan lain terancam oleh suatu bahaya yang kemungkinan akan terjadi dan bertujuan meminta bantuan segera.

Panggilan marabahaya harus mempunyai prioritas mutlak di atas semua transmisi lain. Semua stasiun yang mendengarnya harus dengan segera
menghentikan transmisi apa saja yang dapat meng-interferensi tra? k marabahaya dan otoritas tertentu yang berkepentingan harus terus mendengarkan frekuensi yang digunakan tersebut untuk emisi panggilan marabahaya.

Panggilan ini tidak dialamatkan pada suatu stasiun tertentu dan balasan penerimaan bagi armada atau otoritas tertentu yang menerima sinyal marabahaya ini harus diberikan sebelum pesan marabahaya yang berikutnya dikirim.

Pesan dan panggilan marabahaya harus dikirim hanya pada otoritas nakhoda atau orang yang bertanggung jawab untuk kapal, pesawat udara, atau kendaraan lain yangmembawa stasiun bergerak atau stasiun bumi kapal.

Layanan monitoring spektrum frekuensi radio nasional dapat berperan dalam mengawasi penggunaan frekuensi marabahaya secara rutin dan secara aktif melakukan identi? kasi pesan atau berita marabahaya yang diterimanya (bila ada), melokalisir sumber pancaran dari rambu radio penentu lokasi serta melakukan koordinasi dengan Badan SAR Nasional dalam rangka pencarian dan pelacakan lokasi musibah.

Monitoring
Tugas dan fungsi Unit Pelaksana Teknis Monitoring Frekuensi Radio Ditjen SDPPI sesuai Permenkominfo No.03/2011: Melaksanakan pengawasan dan pengendalian dibidang penggunaan Spektrum Frekuensi Radio (SFR) yang meliputi kegiatan pengamatan, deteksi sumber pancaran, monitoring, penertiban, evaluasi dan pengujian ilmiah, pengukuran dan koordinasi monitoring Frekuensi Radio.

Indikator permasalahan dapat dilihat dari Kasus gangguan radio penerbangan dimana sepanjang tahun 2014 terjadi 13 kasus gangguan yang diadukan. Penggunaan perangkat dan frekuensi yang tidak sesuai peruntukannya oleh beberapa nelayan (pelayaran rakyat) berdampak gangguan yang merugikan pada dinas maritim dan penerbangan (terutama pada band HF) juga menjadi indikasi peluang terjadinya kecelakaan armada yang membahayakan jiwa manusia diudara atau dilaut.

Hal yang melatarbelakangi perlunya secara rutin memonitor frekuensi marabahaya adalah disamping menjadi tugas dan fungsi dari stasiun monitor frekuensi radio suatu negara yang menjadi anggota himpunan telekomunikasi internasional maka memonitor frekuensi marabahaya juga diwajibkan bagi stasiun radio maritim maupun penerbangan untuk selalu standby di frekuensi marabahaya tertentu sesuai dinasnya pada waktu periode diam (silence period) atau bila sedang tidak sedang berkomunikasi. Terkait hal tersebut stasiun monitor frekuensi radio yang ada di UPT monitoring frekuensi radio (monfrekrad) Ditjen SDPPI dapat berfungsi sebagai penjaga frekuensi marabahaya membantu tugas stasiun pantai maupun stasiun penerbangan.

Tindak lanjut Penerimaan Informasi Marabahaya
Stasiun monitoring yang berada di UPT Monfrekrad-Ditjen SDPPI dilengkapi dengan perangkat untuk pemantauan penggunaan frekuensi radio termasuk frekuensi yang digunakan untuk menyampaikan pesan/berita marabahaya termasuk sinyal Beacon atau rambu radio dari unit locator penentu posisi emergensi seperti Emergency Locator Transmitter (ELT), Emergency Position Indicating Radio Beacon (EPIRB) atau Personal Locator Beacon (PLB). Tentunya sementara ini stasiun monitoring hanya mampu memonitor transmisi secara teresterial.

Hasil penerimaan informasi yang telah teridenti? kasi selanjutnya dapat disampaikan kepada Kepala UPT Monfrekrad dan atau ke kantor pusat (Direktorat Pengendalian SDPPI) untuk dikoordinasikan dengan segera ke BASARNAS sebagai wujud kontribusi Ditjen SDPPI-Kemkominfo, didalam membantu informasi proses menemukenali sumber pengirim pesan marabahaya dan penentuan posisi yang mengindikasikan terjadinya marabahaya (emergensi).

Disamping tahapan Koordinasi dengan Basarnas, UPT Monfrekrad juga dapat mengawasi (monitoring) frekuensi kerja Basarnas, berikut: HF: 0:3.023 KHz, 5.680 KHz, 13.545 KHz (simplek), VHF: Tx=159.300 MHz, Rx= 154.300 MHz (duplek), VHF (AM) : 123,1 MHz, 282,8 MHz (simplek), UHF: Tx=356.250 MHz, Rx= 351.250 MHz (duplek).

Pengenalan Sinyal Marabahaya
Sinyal marabahaya di laut didefenisikan dalam Peraturan Internasional sebagai upaya Pencegahan Tubrukan di Laut dengan mengirimkan Kode-kode Sinyal marabahaya Internasional (distress alert). Sinyal MAYDAY hanya dapat digunakan bilamana ada kejadian yang membahayakan jiwa dilaut maupun di udara. Jika tidak dalam kondisi Berbahaya maka sinyal mendesak seperti PAN-PAN dapat dikirimkan. Kebanyakan yurisdiksi suatu negara memiliki hukuman yang berat bagi pengirim sinyal marabahaya palsu, tidak beralasan atau berkelakar terhadap sinyal marabahaya.

Agar sinyal marabahaya efektif dipancarkan, maka ada dua parameter yang harus dikomunikasikan:
  1. Peringatan atau pemberitahuan dari kejadian marabahaya yang sedang berlangsung
  2. Posisi atau lokasi yang tepat dari armada yang dalam kesusahan (kondisi marabahaya).Misalnya, pengiriman suar udara tunggal (Flare) sebagai petunjuk keberadaan kapal yang dalam kesusahan disuatu tempat yaitu dengan memancarkan Flare (cahaya yang sangat terang) ke cakrawala, biasanya area ini padam dalam satu menit atau kurang. Cara lain dengan memegang suar bakar selama 3 menit yang dapat digunakan untuk melokalisasi atau menentukan lebih tepatnya lokasi dari armada yang mengalami kesulitan. Suar (Flare) adalah salah satu bentuk piroteknik yang menghasilkan cahaya yang sangat terang atau panas tinggi tanpa menghasilkan ledakan. Suar digunakan untuk memberi tanda, penerangan dan alat pertahanan militer. Secara umum, Suar menghasilkan cahaya yang dihasilkan dari pembakaran logam magnesium, kadang-kadang dicampur dengan logam lain untuk menghasilkan warna yang berbeda-beda. Suar kalsium digunakan di bawah air untuk penerangan.
Bila bahaya terjadi, sebuah EPIRB (emergency position indicating radio becon) dapat berfungsi dengan memancarkan informasi posisi yang tepat dan indikasi terjadinya kecelakaan.

Sesuai Peraturan Radio makna Sinyal marabahaya adalah sebagai berikut:
  1. Morse sinyal marabahaya telegram radio disimbolkan dengan SOS (. . . — — — . ..) ditransmisikan sebagai sebuah sinyal tunggal, dan SOS sering dihubungkan dengan singkatan kata "Save Our Ship," "Save Our Souls," "Survivors On Ship," "Save Our Sailors" "Stop Other Signals", dan "Send Out Sailors".
  2. Sinyal marabahaya telepon radio terdiri dari kata MAYDAY diucapkanseperti ekspresi Prancis “maider”, dan sinyal marabahaya ini menunjukkan bahwa sebuah kapal, pesawat udara atau kendaraan lain terancam dengan mendesak dan sebentar lagi menjadi berbahaya dan intinya adalah meminta bantuan segera.
Panggilan marabahaya
  1. Panggilan marabahaya dikirim oleh telegram radio Morse terdiri dari: –sinyal marabahaya SOS, dikirim tiga kali; –kata DE; –tanda panggilan dari stasiun bergerak dalam marabahaya, dikirim tiga kali Contoh: SOS SOS SOS DE PK2ABC PK2ABC PK2ABC (diketuk dalam kode morse)
  2. Panggilan marabahaya dikirim oleh teleponi radio terdiri dari: –sinyal marabahaya MAYDAY, dikatakan tiga kali; –kata THIS IS (atau DE dikatakan seperti DELTA ECHO diucapkan bilamana ada kesulitan bahasa); –tanda panggilan atau identifikasi lainnya dari stasiun bergerak dalammarabahaya, dikatakan tiga kali. Contoh: “MAYDAY MAYDAY MAYDAY THIS IS PK2ABC PK2ABC PK2ABC”, atau “MAYDAY MAYDAY MAYDAY DELTA ECHO SAMUDERA VESSEL SAMUDERA VESSEL SAMUDERA VESSEL”.
Pesan marabahaya.
  1. Pesan marabahaya telegram radio Morse terdiri dari: –tanda marabahaya SOS; –nama, atau identifikasi lainnya, dari stasiun bergerak dalam marabahaya; –Keterangan-keterangan posisinya; –sifat marabahaya tersebut dan jenis bantuan yang diinginkan; –informasi lain apa saja yang mungkin memudahkan penyelamatan tersebut.
  2. Pesan marabahaya teleponi radio terdiri dari: –sinyal marabahaya MAYDAY; –nama, atau identifikasi lainnya, dari stasiun bergerak dalam marabahaya; –Keterangan-keterangan posisinya; –sifat marabahaya tersebut dan jenis bantuan yang diinginkan; –informasi lain apa saja yang mungkin memudahkan penyelamatan tersebut.
Sebagai suatu kaidah umum, sebuah kapal harus memberi isyarat posisinya dalam garis lintang dan dalam garis bujur (Greenwich), menggunakan bilangan untuk derajat dan menit, bersama-sama dengan satu dari kata NORTH atau SOUTH dan satu dari kata EAST atau WEST. Jika dapat dipakai, baringan sebenarnya (true bearing) dan jarak mil laut dari suatu posisi geografis yang dikenal yang mungkin ada.

Sebagai suatu kaidah umum, dan jika waktu mengizinkan, sebuah pesawat udara harus mentrasmisikan pesan dalam marabahayanya informasi sebagai berikut: –posisi yang diperkirakan dan waktu perkiraan; -menuju (bearing) dalam derajat (menyebutkan apakah magnit atau True); –menyatakan kecepatan udara; –ketinggian; –jenis pesawat udara; –sifat marabahaya dan jenis bantuan yang diinginkan; –informasi lain apa saja yang dapat
memudahkan penyelamatan tersebut.

Pengakuan penerimaan suatu pesan marabahaya
Stasiun dinas bergerak yang menerima sebuah pesan marabahaya dari sebuah stasiun bergerak dimana lokasinya dipastikan sekali berada di sekitar mereka, harus sesegera mungkin mengaku menerima, namun demikian, di daerah-daerah dimana komunikasi dapat diandalkan dengan satu atau lebih stasiun pantai yang dipakai, stasiun kapal harus menunda pengakuan ini pada suatu jarak waktu sesaat sehingga sebuah stasiun pantai dapat mengaku menerima.

Stasiun dinas bergerak yang menerima sebuah pesan marabahaya dari stasiun bergerak yang dipastikan sekali, tidak berada disekitar mereka, harus memberikan suatu jarak waktu sesaat untuk berlalu sebelum pengakuan penerimaan pesan tersebut, untuk memungkinkan stasiun lebih dekat pada stasiun bergerak dalam marabahaya tersebut mengaku menerima tanpa interferensi. Namun demikian, stasiun dalam dinas bergerak maritim yang menerima pesan marabahaya dari sebuah stasiun bergerak yang jaraknya jauh tidak menjadi keharusan mengaku menerima pesan marabahaya.

Pengakuan menerima sebuah pesan marabahaya tersebut harus diberikan dalam bentuk sebagai berikut:
  1. Telegram radio Morse (3 kali): SOS-Callsign (Sender)-DE- Callsign (Receive)-RRR-SOS
  2. Teleponi radio (3 kali) : MAYDAY-Callsign/Identi? ed (Sender)-This Is/Delta Echo-Callsign/indentify (Receive)-RECEIVED-MAYDAY.
Setiap stasiun bergerak yang mengaku menerima pesan marabahaya harus, atas perintah nakhoda atau orang bertanggung jawab untuk kapal, pesawat udara atau kendaraan penyelamat lainnya, mentransmisikan secepat mungkin informasi berikut:

Namanya; posisinya; kecepatan maju menuju, dan berapa lama waktu kira-kira untuk mencapainya stasiun bergerak yang dalam marabahaya.

Perode diam selama trafik marabahaya Stasiun dalam marabahaya atau stasiun dalam kontrol trafik marabahaya dapat memaksakan diam salah satu dari semua stasiun dinas bergerak di daerah tersebut atau stasiun apa saja yang menginterferensi dengan trafik marabahaya tersebut. Ia harus mengalamatkan perintah ini “kepada semua stasiun” (CQ) atau ke satu stasiun saja, sesuai dengan keadaan. Dalam suatu kasus, ia harus menggunakan:
  1. dalam telegram radio Morse, singkatan QRT, diikuiti oleh sinyal marabahaya SOS;
  2. dalam telepon radio, sinyal SEELONCE MAYDAY, diucapkan seperti ekspresi Perancis “silence, maider”. Jika dianggap penting, stasiun apa saja dari dinas bergerak dekat kapal, pesawat udara atau kendaraan lain dalam marabahaya dapat juga memaksa diam. Ia harus gunakan untuk tujuan ini: 1. dalam telegram radio Morse, singkatan QRT, diikuti oleh kata DISTRESS dan tanda panggilannya sendiri; 2. dalam telepon radio, kata SEELONCE, diucapkan seperti kata Perancis “silence”, diikuti oleh kata DISTRESS dan tanda panggilannya sendiri.
Pesan Keselamatan dan keadaan mendesak
Jika dianggap penting dan asalkan tidak menginterferensi atau menunda pada penanganan trafik marabahaya ini, pesan keselamatan dan keadaan mendesak dapat diberitahukan selama Periode Diam (silent period) dalam trafik marabahaya tersebut, Pemberitahuan ini harus memasukkan suatu indikasi dari frekuensi yang sedang bekerja dimana pesan keadaan mendesak atau keselamatan akan ditransmisikan.
Contoh : XXX ... (3 kali) DE ABC QSW . . .(dengan kode morse) PAN PAN ..(3 kali) This Is ABC Informasi ..(..dengan teleponi radio) Sinyal keadaan mendesak menyatakan bahwa stasiun yang memanggil mempunyai pesan yang sangat mendesak untuk ditransmisikan tentang keselamatan sebuah kapal, pesawat terbang atau kendaraan lainnya, atau keselamatan dari seseorang.

Pesan dan sinyal keadaan mendesak yang mengikutinya harus dikirim satu atau lebih pada frekuensi marabahaya internasional 500 kHz, 2182 kHz, 156.8 MHz, frekuensi marabahaya tambahan 4 125 kHz dan 6 215 kHz, frekuensi keadaan darurat penerbangan 121.5 MHz, frekuensi 243 MHz, atau pada frekuensi lain apa saja yang dapat digunakan jika terjadi marabahaya. Namun demikian, dalam dinas bergerak maritim, pesan tersebut harus ditransmisikan pada sebuah frekuensi yang sedang bekerja (on air).

Sinyal keadaan mendesak harus mempunyai prioritas diatas semua komunikasi lain, kecuali marabahaya. Semua stasiun yang mendengarnya harus peduli untuk tidak menginterferensi dengan transmisi pesan tersebut yang mana mengikuti sinyal keadaan mendesak tersebut.

Peran Stasiun Monitor Frekuensi Radio.
  1. Melakukan monitoring rutin pada periode diam frekuensi marabahaya, yaitu monitoring pada waktu tertentu (UTC) seperti ketentuan pada stasiunkapal (ship stations) untuk sejenak melakukan monitoring ataupun standby pada frekuensi marabahaya selama 3 (tiga) menit, yaitu; a. Frekuensi 2182 KHz dimonitor pada pukul 00.00 s/d 00.03 dan 06.00 s/d 06.03 dan diulangi pada pukul 12.00-12.03 dan 18.00 – 18.03 UTC. b. Frekuensi 500 KHzdimonitor pada pukul 03.00 s/d 03.03 dan 09.00 s/d 09.03 dan diulangi pada pukul 15.00-15.03 dan 21.00 – 21.03 UTC. c. melakukan observasi/monitoring frekuensi marabahaya lainnya secara periodik disela antara monitoring untuk keperluan rutin atau atas permintaan.
  2. Melakukan monitoring pada saat terjadi trafik pengiriman pesan atau sinyal marabahaya dengan seksama dan melaporkannya dengan segerakepimpinan atau koordinator yang bertanggung jawab pada pelaksanaan monitoring frekuensi radio saat itu, hingga dapat dipastikan beritamarabahaya telah diterima dan dilayani oleh stasiun radio dari armada/stasiun bergerak lain yang bisa memberikan bantuan.
  3. Dalam hal telah terjadi marabahaya, stasiun monitoring dengan segera dapat berperan dalam layanan monitoring frekuensi kerja rambu radio penentu lokasi dan sejenisnya dilokasi tempat yang diduga terjadinya marabahaya hingga batas umur operasinya (battery life time).
  4. Bila ditemukenali penggunaan frekuensi marabahaya tidak sesuai peruntukannya, operator monitoring melakukan identi? kasi lebih detailpenggunanya dan segera dilaporan kepimpinan untuk ditindaklanjuti ke instansi berwenang sesuai dengan kerjasama ataupun prosedur yang adabaik nasional maupun internasional untuk tujuan penyelamatan jiwa. DESKRIPSI Frekuensi Marabahaya dalam dinas bergerak maritim dan penerbanganUntuk memperjelas uraian di atas, dapat melihat pada beberapa tabel di bawah ini. Tabel tersebut berisi nama dinas bergerak maritim dan bergerak penerbangan dimana didalam masing-masing pita frekuensi tersebut terdapat frekuensi marabahaya, kelas emisi yang digunakan dan jenis penggunaannya (sumber dari Radio Regulation) beserta penjelasannya.

* Penulis adalah Analis Bahan Monitoring dan Penertiban Spektrum Dinas Non Bergerak Tetap dan Bergerak Teresterial Direktorat Pengendalian SDPPI